ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI
A. PENGERTIAN
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. (R. Sjamsudiat dan Wim de jong, 1997 : 1288)
Amputasi adalah pemisahan anggota badan atau bagian lain dengan pembedahan. (H.T. Laksman, 2000 : 13)
Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. (Barbara Engram, 1999 : 343)
Ada 2 jenis amputasi , yaitu :
1. Amputasi terbuka (guillotine)
Amputasi ini dilakukan atas indikasi enfeksi berat, meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi dan luka dibiarkan terbuka, diberi balutan besar. Untuk mencegah retraksi kulit, diberikan skin traction.
2. Amputasi tertutup
Luka ditutup dengan flap kulit sesuai dengan bentuk puntung.
B. ETIOLOGI
Amputasi dapat terjadi dengan sendirinya karena proses patologi, misal pada gangren, penyakit kusta, trauma dan kelainan bawaan.
Amputasi dapat pula dikerjakan atas indikasi , yaitu :
1) Medis
a. Ruda paksa yang menyebabkan hancurnya sebagian atau seluruh anggota tubuh untuk menyelamatkan jiwa.
b. Karena penyakit, agar jaringan yang masih baik dapat dimanfaatkan.
2) Hukuman
Amputasi dilakukan sebagai hukuman atas tindak kejahatan.
C. BATAS AMPUTASI
Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit.
1. Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.
2. Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.
3. Pada penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh luka puntung.
Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu, sedangkan pada ekstremitas bawah lazim dipakai “ Batas Amputasi Klasik “.
1. Eksartikulasi jari kaki.
2. Transmetatarsal.
3. Artikulasi pergelangan kaki ( Amputasi Syme ).
4. Tungkai bawah (batas amputasi ideal).
5. Tungkai bawah batas amputasi minimal.
6. Eksartikulasi lutut.
7. Tungkai atas (jarak minimal dari sela lutut).
8. Tungkai atas batas amputasi yang lazim dipakai.
9. Tungkai atas batas amputasi minimal.
10. Eksartikulasi tungkai.
11. Hemipelvektomi.
Batas amputasi klasik.
Penilaian batas amputasi :
1. Jari dan kaki
Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx dasar. Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di sendi tarso-metatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan pembebanan berlebih pada kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi.
2. Proksimal sendi pergelangan kaki
Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga dapat menutup ujung puntung.
3. Tungkai bawah
Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi lutut, tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila jarak dari sendi lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan.
4. Eksartikulasi kulit
Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat dilakukan pada penderita geriatrik.
5. Tungkai atas
Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul, karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.
6. Sendi panggul dan hemipelvektomi
Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan kemauan dan motivasi kuat dari penderita.
7. Tangan
Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
8. Pergelangan tangan
Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan.
9. Lengan bawah
Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis. Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis untuk fleksi siku.
10. Siku dan lengan atas
Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang tanpa fiksasi sekitar bahu.
Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus dipertahankan dengan ikatan dan fiksasi pada bahu.
Eksartikulasi bahu dan amputasi intertorakoskapular , yang merupakan amputasi termausk gelang bahu, ditangani dengan protesis yang biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi pasca operasi utama adalah infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak dan sensasi phantom limb.
Masalah nyeri phantom kadang sukar diatasi. Setelah amputasi selalu terdapat perasaan bagian ekstremitas yang hilang masih ada, dan setiap penderita akan mengalaminya. Sebagian penderita merasa terganggu sedangkan sebagian lagi merasakannya sebagai nyeri.
Rasional untuk fenomema ini tak jelas, tetapi diyakini berhubungan dengan inflamasi potongan ujung saraf. Meskipun jarang, sensasi phantom limb dapat menjadi kronis, masalah berat yang memerlukan intervensi lebih agresif seperti blok saraf, psikoterapi, terapi obat, stimulasi saraf listrik, atau eksisi neuroma.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pra Operasi
1. Pengkajian
a. Monitor status neurovaskuler kedua ekstremitas.
b. Observasi daerah yang akan dibedah.
c. Observasi tanda vital.
d. Kaji perasaan dan pengetahuan tentang amputasi dan dampaknya pada gaya hidup.
e. Diskusikan dengan klien tentang perubahan body image yang akan terjadi, tentang kehilangan dan berduka.
2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaannya.
a. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit, cedera.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang dengan kriteria : skala nyeri 0-3, ekspresi wajah tenang, tidak gelisah, vital sign normal.
Tindakan :
1) Kaji nyeri klien (kualitas, daerah/area, keparahan dengan skala nyeri, waktu).
2) Berikan tindakan penghilang nyeri.
- Ajarkan teknik relaksasi.
- Teknik pengalihan perhatian.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk istirahat.
4) Berikan posisi nyaman.
5) Kolaborasi pemberian pereda nyeri optimal.
b. Ansietas berhubungan dengan pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
Tujuan : Ansietas berkurang sampai hilang dengan kriteria : klien melaporkan ansietas berkurang / hilang , klien memahami tentang prosedur pembedahan, klien tenang.
Tindakan :
1) Berikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa takut dan cemasnya.
2) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaanya pada orang terdekat.
3) Kurangi stimulus yang berlebihan , misal : kurangi kontak dengan orang lain.
4) Berikan ketentraman hati dengan menunjukkan sikap tenang, empati dan mensuplai koping yang efektif dari klien.
5) Anjurkan klien untuk melatih kekuatan otot.
- Latihan berjalan.
- Latihan lengan dengan trapeze.
- Latihan kontraksi gluteal.
- Latihan otot quadriceps.
6) Dukung dokter agar bersedian menjelaskan prosedur operasi dan sensasi phantom limb pada post operasi.
7) Kolaborasi pemebrian obat bila ada indikasi.
B. POST OPERASI
1. Pengkajian
a. Kaji nyeri (sensai phantom limb).
b. Kaji vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
c. Kaji tipe balutan dan plester penekan.
d. Kaji jumlah perdarahan, warna pada drainage, ada atau tidaknya drainage.
e. Kaji posisi stump.
f. Kaji infeksi jaringan, kontraktur dan deformitas abduksi.
2. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaannya.
a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan / hemoragi pasca operasi.
Tujuan : Tidak kekurangan volume cairan dengan kriteria hasil : vital sign normal, tidak ada tanda dan gejala dehidrasi.
Tindakan :
1) Monitor TTV (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan).
2) Kaji intake dan output cairan.
3) Kaji pasien selama 24 jam pertama periode pasca operaaaasi untuk indikator perdarahan dan ancaman syok.
4) Inspeksi balutan bedah untuk melihat perdarahan.
5) Monitor jumlah dan karakter drainage.
6) Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
b. Nyeri berhubungan dengan sensasi fantom limb, insisi bedah sekunder terhadap amputasi.
Tujuan : Nyeri berhubungan dengan kriteria hasil skala nyeri 0-3, ekspresi wajah rileks, tidak merintih, vital sign normal.
1) Jelaskan pada klien bahwa sensasi ini sering timbul dari bagian yang diamputasi.
2) Kaji tingkat nyeri (kualitas, daerah/area, keparahan dengan skala nyeri, waktu).
3) Ajarkan teknik relaksasi.
4) Berikan posisi nyaman.
5) Kolaborasi pemberian pereda nyeri optimal.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
Tujuan : konsep diri positif dengan kriteria pasien menerima perubahan fisik.
Tindakan :
1) Dorong klien untuk melihat dan menyentuh puntung serta mengekspresikan perasaannya tentang amputasi.
2) Tunjukkan sikap penerimaan dan empati pada klien.
3) Libatkan klien dalam perawatan , misal : pada penggantian pakaian.
4) Kolaborasi dengan psikolog.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan cara berdiri sekunder terhadap amputasi ekstremitas bawah.
Tujuan : Mobilitas fisik normal dengan kriteria hasil klien dapat menunjukkan penggunaan teknik penguatan otot, untuk meningkatkan mobilisasi.
Tindakan :
1) Beritahu klien tentang kesulitan dalam adaptasi cara berdiri akibat amputasi.
2) Beritahu klien tentang cara mencegah perubahan, cara berdiri dengan penguatan otot gluteus dan abdomen saat berdiri.
3) Sebelum ambulasi, pastikan ekstremitas atas klien mempunyai kekuatan yang diperlukan untuk alat bantu.
4) Diskusikan dan demonstrasikan cara menggunakan alat bantu.
5) Bantu klien untuk menggunakan alat bantu.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.
Engram, Barbara. (1990). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC
R. Sjamsuhidayat dan Wim de jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan, Pamela. L (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar